Pameo yang mengatakan “nyawa ada di tangan Tuhan” sekonyong-konyong mengiringi hidup seorang peterjun bernama Paul Lewis. Betapa pun sebuah kejadian dramastis telah meregang nyawanya terjun dari ketinggian 10.000 kaki dengan payung tak mengembang sempurna dan jatuh di atap hanggar dengan kecepatan 120 mil per jam. Secara luar biasa, ia bisa lolos dari maut tanpa cedera serius.
Keajaiban sekaligus drama mengerikan ini terjadi pada Jum’at sore, 14 Agustus 2009, sekitar pukul 15.00 di areal Lapangan Terbang Tilstock, Whitchurch, Shropsire, Inggris. Hari itu, Lewis, 40 tahun, tengah bekerja sambilan sebagai peterjun cameraman untuk mengabadikan Haf Pugh, 20 tahun, yang akan menjajal terjun tandem untuk pertama kali.
Lewis yang pada dasarnya peterjun kawakan menghibur Pugh yang sudah terikat dengan temali kuat ke dada Martin Wilshaw, sang tandem master. Agar berani ‘menantang’ maut. Tak terbayangkan, justru Lewis lah yang harus ‘berurusan’ dengan maut, hari itu.
Di ketinggian 10.000 kaki (sekitar 3.300 m), setelah pilot Gippsland Airvan yang membawa mereka terbang memberi kode, Lewis terlebih dahulu melompat dari pesawat. Setelah itu, beberapa detik kemudian, Menyusul Martin dan Pugh. Pandangan Lewis terus tertuju ke pintu pesawat. Karena, memang hanya dengan cara itulah, lensa kamera akan mengabadikan saat-saat penting bagi Pugh.
Pada ketinggian 5.500 kaki, Martin lalu menarik pin dan mengeluarkan payungnya. Parasut warna biru terang Techno 128 buatan Perancis itu pun mengembang indah. Martin dan Pugh pun tersentak naik. Sejurus kemudian Martin lalu memberi kode kepada Lewis untuk melakukan hal yang sama.
Tetapi Lewis masih ingin menikmati freefall-nya. “Saya masih meluncur 8-10 detik. Baru pada ketinggian 3.600 kaki, payung utama saya keluarkan. Tapi sesuatu telah terjadi. Tali parasut terpilin dan saya masuk spin. Saat itu saya masih bisa berpikir jernih. Payung segera saya putus (cut-away),” kisah Lewis.
Beberapa detik kemudian, payung cadangan dikeluarkan. Saat itu ketinggian sudah tinggal 2.900 kaki. Namun, kesialan tak bisa ditolak. Payung kedua pun mengalami twist alias terpilin. Beberapa teman Lewis yang saat itu berada di luar hanggar langsung menyatukan pandangannya ke atas mereka sangat cemas dan berharap ada keajaiban bagi sejawatnya yang periang itu.
Spin kedua, tak ayal membuat kepala Lewis pusing tujuh keliling. Tubuhnya seolah diputar paksa di udara. Darah pun seperti dipompa ke kaki. Kakinya spontan terasa berat dan kesemutan, sementara bagian tubuh lainnya seperti terbetot.
“Satu-satunya yang kuingat, yakni di ketinggian 2.400 kaki, hidupku serasa akan segera berakhir. Semua terasa gelap dan kesadaranku pun hilang,” kenangnya. Begitu pun, pada detik-detik terakhir, Lewis yang sehari-hari bekerja sebagai petugas sinyal kereta api, masih berusaha melepas parasutnya. Oleh karena koordinasi di seluruh bagian tubuhnya terganggu dan melemah, upaya ini pun tak bisa langsung dilakukan. Butuh waktu sekitar 15 detik.
Meski mengalami black-out, namun kamera yang terpasang di kepalanya bisa menceritakan ‘horor’ selama 15 detik itu. Dari video ini, dapat diketahui bahwa dalam keadaan tidak sadar, ia toh masih beberapa kali melihat ke bawah. Dalam video rekaman, ia sempat melihat atap hanggar tempat ia akan mendarat, nantinya.
Tidak sampai semenit, tubuh Paul Lewis sudah menghujam ke atap hanggar, menimbulkan bunyi yang memilukan. Lewis jatuh dengan posisi terlentang. Atap hanggar yang terbuat dari lempeng metal sampai penyok dan lucunya Paul Lewis sendiri mengatakan bahwa dia tak merasakan sakit dan tak merasakan benturan sama sekali.
Petugas pemadam kebakaran lalu berusaha mengevakuasinya dengan hati-hati. Mereka tak ingin kesalahan mengangkat membuat kerusakan tubuh Lewis semakin parah. Butuh dua jam untuk mengangkat dan memindahkan Lewis ke dalam ambulan. Setelah itu sang peterjun segera dilarikan ke Rumah Sakit Universitas Hospital of North Staffordshire.
Dokter yang merawatnya mengatakan bahwa kejadian yang dialami Paul Lewis adalah sebuah keajaiban, ia hanya mengalami cedera leher dan tidak ada patah tulang sama sekali.
Dua minggu atau tepatnya pada 30 Agustus 2009, Paul sudah bercanda kembali di rumah orang tuanya, di Prees, Shropshire. Ia pun kemudian memperlihatkan rekaman video 15 detik terakhir yang mengerikan itu kepada orang tua nya. Setelah kejadian ini Paul Lewis mengatakan bahwa ia tidak ingin lagi mencoba keberuntungan sebagai peterjun dan akan menjual parasut serta peralatan kameranya.
Detik-detik kejadian
Sumber: http://haxims.blogspot.com
Keajaiban sekaligus drama mengerikan ini terjadi pada Jum’at sore, 14 Agustus 2009, sekitar pukul 15.00 di areal Lapangan Terbang Tilstock, Whitchurch, Shropsire, Inggris. Hari itu, Lewis, 40 tahun, tengah bekerja sambilan sebagai peterjun cameraman untuk mengabadikan Haf Pugh, 20 tahun, yang akan menjajal terjun tandem untuk pertama kali.
Lewis yang pada dasarnya peterjun kawakan menghibur Pugh yang sudah terikat dengan temali kuat ke dada Martin Wilshaw, sang tandem master. Agar berani ‘menantang’ maut. Tak terbayangkan, justru Lewis lah yang harus ‘berurusan’ dengan maut, hari itu.
Di ketinggian 10.000 kaki (sekitar 3.300 m), setelah pilot Gippsland Airvan yang membawa mereka terbang memberi kode, Lewis terlebih dahulu melompat dari pesawat. Setelah itu, beberapa detik kemudian, Menyusul Martin dan Pugh. Pandangan Lewis terus tertuju ke pintu pesawat. Karena, memang hanya dengan cara itulah, lensa kamera akan mengabadikan saat-saat penting bagi Pugh.
Pada ketinggian 5.500 kaki, Martin lalu menarik pin dan mengeluarkan payungnya. Parasut warna biru terang Techno 128 buatan Perancis itu pun mengembang indah. Martin dan Pugh pun tersentak naik. Sejurus kemudian Martin lalu memberi kode kepada Lewis untuk melakukan hal yang sama.
Tetapi Lewis masih ingin menikmati freefall-nya. “Saya masih meluncur 8-10 detik. Baru pada ketinggian 3.600 kaki, payung utama saya keluarkan. Tapi sesuatu telah terjadi. Tali parasut terpilin dan saya masuk spin. Saat itu saya masih bisa berpikir jernih. Payung segera saya putus (cut-away),” kisah Lewis.
Beberapa detik kemudian, payung cadangan dikeluarkan. Saat itu ketinggian sudah tinggal 2.900 kaki. Namun, kesialan tak bisa ditolak. Payung kedua pun mengalami twist alias terpilin. Beberapa teman Lewis yang saat itu berada di luar hanggar langsung menyatukan pandangannya ke atas mereka sangat cemas dan berharap ada keajaiban bagi sejawatnya yang periang itu.
Spin kedua, tak ayal membuat kepala Lewis pusing tujuh keliling. Tubuhnya seolah diputar paksa di udara. Darah pun seperti dipompa ke kaki. Kakinya spontan terasa berat dan kesemutan, sementara bagian tubuh lainnya seperti terbetot.
“Satu-satunya yang kuingat, yakni di ketinggian 2.400 kaki, hidupku serasa akan segera berakhir. Semua terasa gelap dan kesadaranku pun hilang,” kenangnya. Begitu pun, pada detik-detik terakhir, Lewis yang sehari-hari bekerja sebagai petugas sinyal kereta api, masih berusaha melepas parasutnya. Oleh karena koordinasi di seluruh bagian tubuhnya terganggu dan melemah, upaya ini pun tak bisa langsung dilakukan. Butuh waktu sekitar 15 detik.
Meski mengalami black-out, namun kamera yang terpasang di kepalanya bisa menceritakan ‘horor’ selama 15 detik itu. Dari video ini, dapat diketahui bahwa dalam keadaan tidak sadar, ia toh masih beberapa kali melihat ke bawah. Dalam video rekaman, ia sempat melihat atap hanggar tempat ia akan mendarat, nantinya.
Tidak sampai semenit, tubuh Paul Lewis sudah menghujam ke atap hanggar, menimbulkan bunyi yang memilukan. Lewis jatuh dengan posisi terlentang. Atap hanggar yang terbuat dari lempeng metal sampai penyok dan lucunya Paul Lewis sendiri mengatakan bahwa dia tak merasakan sakit dan tak merasakan benturan sama sekali.
Petugas pemadam kebakaran lalu berusaha mengevakuasinya dengan hati-hati. Mereka tak ingin kesalahan mengangkat membuat kerusakan tubuh Lewis semakin parah. Butuh dua jam untuk mengangkat dan memindahkan Lewis ke dalam ambulan. Setelah itu sang peterjun segera dilarikan ke Rumah Sakit Universitas Hospital of North Staffordshire.
Dokter yang merawatnya mengatakan bahwa kejadian yang dialami Paul Lewis adalah sebuah keajaiban, ia hanya mengalami cedera leher dan tidak ada patah tulang sama sekali.
Dua minggu atau tepatnya pada 30 Agustus 2009, Paul sudah bercanda kembali di rumah orang tuanya, di Prees, Shropshire. Ia pun kemudian memperlihatkan rekaman video 15 detik terakhir yang mengerikan itu kepada orang tua nya. Setelah kejadian ini Paul Lewis mengatakan bahwa ia tidak ingin lagi mencoba keberuntungan sebagai peterjun dan akan menjual parasut serta peralatan kameranya.
Detik-detik kejadian
Sumber: http://haxims.blogspot.com
Labels:
Aneh,
Aneh tapi nyata,
cerita,
Otomotip
Thanks for reading AJAIB! Terjun dari 10.000 kaki Dengan Parasut Terpilin Tetap Selamat. Please share...!
0 Komentar untuk "AJAIB! Terjun dari 10.000 kaki Dengan Parasut Terpilin Tetap Selamat"
Tanggapan Anda Gimana?